Kamis, 29 Oktober 2009

Konsep Produk dalam Pemasaran Sosial


Dalam social marketing (pemasaran sosial) yang dimaksud dengan produk adalah sesuatu yang ditawarkan untuk dibeli, yang berbentuk perilaku yang diharapkan dan manfaat perilaku tersebut. Hal yang ditawarkan tersebut bisa termasuk juga sebuah barang dan layanan untuk mendukung perubahan perilaku dari sasaran. Dalam pemasaran komersial hal tersebut sering dikatakan sebagai paket manfaat yang ditawarkan pada pasar untuk memenuhi kebutuhan pasar. Berikut adalah contohnya adalah program Keluarga Berencana :
Perilaku yang diharapkan : mengatur jarak kelahiran dan membatasi maksimal 2 anak.

Manfaat terkait : memberi waktu yang cukup bagi pasangan usia subur untuk memberikan perhatian pada anak pertama, meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan bagi anggota keluarga dan kehidupan anak.

Barang : alat-alat kontrasepsi

Layanan : bantuan pemasangan alat kontrasepsi di klinik oleh dokter dan tenaga paramedis, pemeriksaan berkala bagi akseptor KB, layanan informasi oleh Petugas Lapangan KB.

A. Tiga Tingkatan Produk
Dalam teori pemasara produk terdiri dari tiga unsur, yaitu inti core product, actual product dan augmented product. Core product adalah inti sebuah produk, yang membuat konsumen membeli produk ini atau manfaat yang akan mereka dapatkan apabila membeli produk tersebut. Dengan kata lain produk ini akan menyelesaikan masalah konsumen yang bisa berbentuk kebutuhan (need) atau keinginan (want). Core product bukanlah perilaku yang diharapkan atau barang (alat) yang menyertai maupun layanan yang dipromosikan, tetapi manfaat yang akan dirasakan oleh orang yang mengaplikasikan perilaku yang diharapkan itu. Sebagai contoh dalam kampanye “Olah Raga 2x Seminggu” yang menjadi core product bukanlah perilaku berolah raga, atau alat-alat olah raga serta fasilitas olah raga, namun badan menjadi sehat – nafas menjadi lancar – stamina selalu baik. Sehingga dengan kita mengetahui core product dari sebuah kampanye sosial, akan mudah bagi kita untuk memberikan informasi tentang perilaku apa yang diinginkan agar kelompok sasaran menjadi mudah memahami pesan yang kita sampaikan.

Seperti berbagai produk yang ditawarkan dalam pemasaran komersial, mereka selalu memiliki core product yang jelas. Sebagai contoh : semua produk kosmetik pada dasarnya adalah menjual harapan untuk tampil lebih cantik. Produsen kosmetik tidak menjual peralatan tersebut saja namun menjual sesuatu yang lebih mendasar, yaitu sebuah harapan. Sehingga tentu saja tidak hanya wanita cantik saja yang berhak berharap untuk tampil lebih cantik. Semua wanita, apakah dia sudah cantik ataupun yang tidak, selalu memiliki harapan untuk bisa tampil lebih cantik tiap hari. Kalaupun tidak memungkinkan untuk lebih cantik tiap hari, setidaknya pada suatu acara tertentu.

Actual Product berada tepat diseputar core product, yaitu berupa perilaku tertentu yang kita promosikan (misalnya : berolah raga 2x seminggu, berKB, tidak merokok dll). Perilaku tersebut diperlukan agar seseorang bisa mendapatkan manfaat yang disebutkan dalam core product. Berikut ini gambar anatomi produk tersebut.

Gambar 1.1.
Anatomi Produk





Augmented product berupa barang atau layanan nyata yang dipromosikan bersama dengan perilaku yang diharapkan. Barang atau layanan tersebut merupakan unsur pendukung bagi kelompok sasaran agar mudah dalam melakukan perilaku yang diharapkan. Sehingga dengan dukungan barang atau layanan tersebut sasaran menjadi terbantu untuk mulai melakukan perilaku yang dipromosikan. Sebagai contoh : pada program Keluarga Berencana, disediakan berbagai jenis alat kontrasepsi, konsultasi dengan dokter dan paramedis, pelayanan pemasangan atau pelepasan alat kontrasepsi jika secara medis diperlukan penggantian alat kontrasepsi apabila terjadi masalah dalam kesehatan akseptor. Layanan yang disediakan seringkali berupa konsultasi dan pemberian informasi secara pribadi untuk bisa memberikan peneguhan bagi kelompok sasaran yang sudah tertarik namun membutuhkan informasi yang lebih detail. 

Augmented product sangat berguna untuk mengurangi penolakan atau hambatan-hambatan yang menahan kelompok sasaran untuk mengadopsi perilaku yang dipromosikan. Disamping itu, augmented product mampu menjaga agar kelompok sasaran yang baru menerima actual product untuk terus mempertahankannya untuk jangka waktu yang lama atau yang telah ditentukan. Karena apabila terjadi pemutusan perilaku oleh kelompok sasaran yang terhitung baru mengadopsi perilaku, maka ini akan meningkatkan hambatan psikologis pada kelompok sasaran yang sudah berminat namun belum menerima actual product.
Untuk memperjelas konsep di atas, berikut ini tabel contoh struktur produk.


Tabel 8.2
Contoh Tiga Level Produk





Sabtu, 07 Maret 2009

Social Marketing sebagai Alat Perubahan Sosial (4 selesai)

 

Bidang SM telah berkembang demikian cepat seiring dengan semakin pentingnya posisi praktisi pemasaran di perusahaan-perusahaan multi nasional. Penggunaan perspektif pemasaran untuk menangani kampanye-kampanye sosial, seringkali menemui beberapa kendala, baik dalam aspek konsep ataupun sumber daya manusia. Tidak bisa dibantah bahwa bidang SM berasal dari perspektif pemasaran yang berpijak pada konsep bisnis komersial. Oleh sebab itu, seringkali para profesional SM pada awalnya adalah pemasar komersial.

Namun melihat kegunaannya dalam kehidupan praktis, SM tidak akan pernah ditinggalkan hanya karena dilahirkan dari rahim kegiatan bisnis komersial. Andreasen, Gould dan Gutierrez (2000) justru melakukan inovasi lewat Social Marketing Institute, dengan cara mengundang perusahaan-perusahaan multi nasional untuk meminjamkan para eksekutif di level top manajemen kepada mereka. Para profesional ini diminta untuk menjadi CEO atau konsultan dalam suatu proyek kampanye jangka pandek atau menengah, sesuai dengan kesepakatan. Setelah kegiatan berakhir, para profesional bisa kembali ke perusahaan asal. Dengan program ini diharapkan secara tidak langsung kalanan bisnis akan mempunyai pengalaman di bidang SM dan mendorong kemajuan bidang ini. Dari sisi perusahaan, mereka akan mandapatkan simpati dari konsumen berkaitan dengan kepeduliannya terhadap kualitas hidup masyarakat.

Bagi akademisi lain, seperti George Brenker, dalam majalah Marketing News (April 29, 2002), mengingatkan para praktisi SM untuk selalu secara seksama mempertimbangkan masalah etika dalam perancangan program SM. Hal ini berkaitan dengan iklan dan beberapa alat komunikasi pemasaran yang mempunyai sifat alami untuk cenderung menipu konsumen atau paling tidak memanipulasi pesan untuk sesuatu efek emosi.

Kekhawatiran dan keyakinan atas penggunaan SM sangat wajar bagi masyarakat, terutama kalangan akademis. Namun lepas dari dua kutub argumen itu, SM memberi kemungkinan bagi masyarakat luas untuk mencoba menerapkan alat ini untuk mengarahkan kepada suatu perubahan sosial yang diinginkan. Dalam lingkup kecil, seperti RT atau RW, bukan tidak mungkin sebuah isu penting bisa diawali, misalnya gerakan kebersihan lingkungan. Tidak ada salahnya mencoba konsep SM dengan beberapa penyesuaian, selama tujuan yang ditetap bermanfaat bagi masyarakat.

Daftar Pustaka

Andreasen, Alan R (1998) Alternative Growth Opportunities for Contraceptive Social Marketing      Programs, Journal of Health Care Marketing Volume 8, No.2 June.

Andreasen, Alan R, Rob Gould, Karen Gutierrez (2000) Social Marketing Has New Champion, Advertising Age, Feb 7.

 Frederiksen, Lee W, Laura J Solomon, Kathleen A Brehony (1984)  Marketing Health Behavior – Principles, Techniques and Applications, Plenum Press, New York

 Gorin, Sherri Sheinfeld, Joan Arnold (1998) Health Promotion Handbook, Mosby, Missouri.

 Kotler, Phillip, Alan R Andreasen (1995) Strategi Pemasaran untuk Organisasi Nirlaba, Gadjah Mada University Press, Jogyakarta.

Kotler, Philip (1997). Manajemen Pemasaran, Prenhallindo, Jakarta.

 Leathar, DS, G B Hastings (1987) Social Marketing and Healt Education, Journal of Services Marketing, Volume 1 No. 2 Fall.

 Lynch, Michael (1997) Applying Behavior Change Theory to Donor Management, Fund Raising Management, February.

 Murphy, Ruth, David Crowther.(2002) “Social Responsibility and Marketing : An Agenda for Research”, Management Decision 40/4.

 Oglethorpe, Janet E (1995). Infant Feeding as a Social Marketing Issue : A Review, Journal of Consumer Policy 18:293-314.

 Reichert, Tom, Susan Heckler, Sally Jackson (2001). The Effect of Sexual Social Marketing Appeals on Cognitive Processing and Persuasion, Journal of Advertising, Volume XXX, No 1 Spring.

 Rice, Ronald E, Charles K Atkin (1989) Public Communication Campaigns – Second Ed, Sage Publication, California.

 ---------, (2000) Nonprofit Marketing Summit Conference, Conference Report, Tampa Florida March 16-17.

 

Weinrich, Nedra Kline (1995) Building Social Marketing into Your Program, Social Marketing Quaterly, July.

 

Windahl, Sven, Benno Signitzer, Jean T Olson (1992). Using Communication Theory, Sage Publication, London.

 

 

Social Marketing sebagai Alat Perubahan Sosial (3)

Marketing Mix++ = Social Marketing

Konsep penting dalam pemasaran komersial yaitu marketing mix yang terdiri dari produk (product), harga (price), distribusi (place) dan promosi (promotion), tidak dapat ditinggalkan dalam SM. Secara prinsip konsep ini sama penerapannya dan adanya perbedaan di sana-sini adalah merupakan konsekuensi logis dari perbedaan konteks antara kegiatan komersial dan sosial. Berikut ini kosep marketing mix dalam SM :

Produk (Product). Istilah produk digunakan untuk mendefinisikan benda fisik, layanan, orang-orang, tempat, organisasi dan ide-ide. Pendefinisian produk secara kongkrit dan spesifik sangat diperlukan karena hal ini akan mempengaruhi ukuran dan komposisi pasar. Seperti yang secara jelas diungkapkan oleh Kotler (Kotler &  Andreasen, 1995) sebagai berikut :

Jika produk didefinisikan sebagai layanan kesehatan, maka pasar terdiri dari setiap orang di dunia. Jika produk didefinisikan sebagai sebuah klinik untuk perokok, maka pasarnya terdiri dari semua orang yang merokok. Jika produk didefinisikan sebagai sebuah klinik untuk perokok yang mengadakan pertemuan tiap minggu sekali di hari Rabu sore di RS Pasavant di Chicago, maka pasarnya terdiri semua perokok mampu mengakses layanan ini. Jika produk didefinisikan sebagai klinik yang sama yang menarik biaya seribu USD untuk perawatan, maka pasarnya terdiri dari semua perokok yang mampu mengakses layanan ini serta mampu membayar biaya yang ditentukan. Oleh karena itu semakin spesifik produk didefinisikan semakin kecil ukuran pasarnya.

Solomon (Frederiksen, Solomon, & Brehony,1984) telah mengamati bahwa produk atau layanan bisa didefinisikan sebagai fokus sebuah transaksi yang ada dalam pemasaran antara pemasar dan publik sasaran. Produk yang ditawarkan dalam program SM seringkali lebih sulit didefinisikan dibanding yang ditawarkan oleh sektor komersial. Sebagai contoh, kampanye SIAGA, sebuah program yang ditujukan pada para suami untuk selalu Siap, Antar dan Jaga, untuk berwaspada pada semua kemungkinan yang terjadi pada si istri yang sedang hamil. Pada program ini, produk yang ditawarkan adalah informasi. Pada dasarnya, semua suami akan siaga ketika istrinya hamil, namun apa yang perlu dilakukan dan diwaspadai, itulah yang diinformasikan dalam kampanye ini. Selain informasi tentang hal apa saja yang perlu diwaspadai, tidak ada produk lain yang ditawarkan oleh program ini (misalnya pusat pelatihan Siaga, toll free telepon untuk konsultasi dan lain-lain). Walaupun informasi tersebut dilayangkan lewat televisi, radio dan media cetak serta pamphlet. Sehingga jelas bahwa produk yang ditawarkan hanyalah informasi. Produk ini bersifat intangible.

Untuk mendekati konsep produk Kotler (1997) menunjuk pada lima dimensi utama yang bisa digunakan untuk mengkonseptualisasikan semua produk, yaitu 1) durability atau sampai dimana ketahanan produk itu, 2) complexity atau serumit apa produk tersebut, 3) visibility atau sejelas apa produk itu terlihat, 4) risk atau sebesar apa resiko penggunaan produk tersebut dan 5) familiarity atau sedekat apa produk dengan publik sasaran. Sebagai contoh program mengatasi obesitas, para ilmuwan behavioral memandang bahwa dengan mengatasi obesitas maka resiko terserang beberapa penyakit berat akan menurun. Untuk program ini ada dua kemungkinan produk yang bisa ditawarkan, pertama, program perubahan perilaku yang bertujuan untuk menghentikan pola makan yang kurang sehat dengan mendorong konsumsi makanan rendah kalori pada waktu dan tempat tertentu. Termasuk juga mengatur rangsangan nafsu makan dengan menentukan jenis makanan apa saja yang diperbolehkan ada di dalam rumah, perubahan cara makan sehari-hari dengan menambah frekuensi mengunyah atau memperlambat cara mengunyah serta memperbanyak olah raga. Kedua, operasi bypass intestinal.

Berkaitan dengan dua produk di atas, bisa kita bayangkan unsur-unsur durability, complexity, visibility, risk  dan familiarity yang dimiliki oleh masing-masing produk akan berbeda. Strategi perubahan perilaku tidak terlalu tahan lama dibanding dengan hasil yang diperoleh dari operasi, namun tidak terlalu kompleks dan beresiko, sekaligus lebih kelihatan dan familiar. Kedua produk ini, seperti produk dalam bisnis komersial, harus selalu siap untuk diperbandingkan dengan produk lain. Dalam mendefinisikan produk atau merancang produk baru, perlu juga ditentukan atribut-atribut yang sesuai dengan selera dan kebutuhan pasar sasaran. Dalam kasus ini, operasi bypass intestinal yang tadi dinilai sebagai terlalu mahal, pelaksanaannya kompleks, tidak terlalu nampak, beresiko tinggi serta tidak familiar, bisa menjadi pilihan terbaik bagi sedikit kalangan yaitu mereka yang kesehatannya sudah sangat terganggu oleh obesitas. Oleh karena itu bentuk produk sangat tergantung pada publik sasaran.

Harga (Price). Adam Smith (Rice& Atkin, 1989) mengatakan bahwa harga yang nyata dari sesuatu hal adalah sekeras apa usaha atau sebesar apa kesulitan yang harus dihadapi untuk mendapatkannya. Pertimbangan tentang harga sebagian sesuai dengan masalah-masalah di bidang sosial karena banyak biaya yang bukan bersifat finansial. Harga, dalam hal ini, bisa disamakan dengan biaya yang muncul dalam merespon ide-ide baru dalam berperilaku, yang termasuk juga biaya keuangan, biaya psikologis, biaya sosial serta biaya dalam bentuk waktu dan usaha. Ditambah lagi kampanye SM bergerak di bidang sosial dimana kewajiban-kewajibannya sangat berbeda dengan sektor swasta. Sektor swasta bisa dengan mudah meninggalkan segmen pasar yang tidak menguntungkan, sementara sektor sosial tidak mungkin melakukan itu. Bahkan justru segmen-segmen seperti itulah sasaran dari SM.

Distribusi (Place). Komponen ini mengarah pada bagaimana perencanaan organisasi supaya produk (atau layanan) yang ditawarkan tersedia di tempat tertentu dan bisa jangkau oleh publik sasaran. Sebagai contoh Program KB, titik-titik distribusi yang dipilih adalah rumah sakit, puskesmas, dokter-dokter serta  bidan yang berpraktek di rumah yang bertanda lingkaran biru. Di tempat-tempat itulah publik sasaran bisa mendapatkan produk yang ditawarkan dalam program KB. Jika produk yang ditawarkan semata-mata berbentuk informasi, jaringan distribusi 

Promosi. (Komunikasi Pemasaran). Promosi adalah bentuk komunikasi yang mencakup semua alat-alat dalam marketing mix, dimana yang berperan sangat penting adalah komunikasi persuasi. Perangkat promosi meliputi advertising, publisitas, personal selling, insentif dan atmospheric (usaha untuk merancang tempat pembelian untuk menghasilkan efek kognitif dan emosional dalam bentak konsumen). Banyak orang sering merasa bingung antara promosi (yang merupakan salah satu dari komponen pemasaran) dengan pemasaran itu sendiri. Mereka mengira pemasaran sama dengan iklan. Padahal iklan adalah salah satu dari promosi atau komunikasi pemasaran, sedangkan promosi atau komunikasi pemasaran itu adalah salah satu elemen dari bauran pemasaran.

Keputusan yang berkaitan dengan produk, place dan komunikasi pemasaran tidak saling asing, justru semuanya saling terkait. Definisi atas produk di beberapa hal, menjadi penentu dalam pemikiran tentang harga, dimana produk itu akan disampaikan dan bagaimana cara mengkomunikasikan. Perancang kegiatan SM harus mempertimbangkan hubungan antar konsep tersebut. Seorang perancang SM memahami dasar-dasar dari semua unsur tersebut dan meramunya dalam bentuk sebuah social marketing plan.

Pemaparan prinsip-prinsip dasar pemasaran menunjukkan dengan jelas berapa perbedaan dan persamaan antara dunia marketing dan ilmu sosial. Beberapa hal terlihat asing, namun sebagaian lainnya sudah sangat akrab dengan konsep-konsep ilmu sosial. Sebagai contoh, consumer benefit sama dengan reinforcement dan pertimbangan biaya (kerugian) respon, sedang istilah segmentasi sama dengan populasi sasaran.

Weinreich (www.social–marketing.com/whatis.html) menambahkan 4 P yang berikutnya sebagai berikut :

Public. Pemasar sosial seringkali harus mengarahkan programnya ke banyak publik (segmen pasar) yang berbeda demi keberhasilan program tersebut. Publik merujuk pada pengertian publik internal dan eksternal yang terlibat dalam program. Eksternal publik terdiri dari audiens sasaran, audiens sekunder, pembuat keputusan dan gatekeeper, sedangkan publik internal adalah mereka yang terlibat dalam berbagai urusan dengan program mulai dari perencanaan hingga implementasi.

Partnership. Masalah-masalah sosial dan kesehatan seringkali sangat kompleks sehingga tidak bisa ditangani oleh satu pihak saja. Untuk itu, dibutuhkan kerja sama dengan organisasi lain dalam masyarakat sehingga meningkatkan efektifitas program. Akan sangat baik bila terdapat organisasi yang mempunyai tujuan sama dengan pihak pelaksana program, sehingga akan bisa terjalin kerja sama yang saling menguntungkan. Meski demikian, tidak menutup kemungkinan bagi organisasi-organisasi yang bertujuan searah meski tidak sama benar.

Policy. Program SM mampu memberi motivasi seseorang untuk melakukan perubahan perilaku, namun sangat sulit untuk mempertahankan perilaku baru itu jika lingkungan tidak mendukung. Seringkali, perubahan kebijakan sangat dibutuhkan, dan program advokasi media bisa menjadi pelengkap yang efektif bagi program SM.

Purse Strings. (Pendanaan) Kebanyakan organisasi yang merancang program SM melaksanakan semua tahapan, dari penggalangan dana dari yayasan, bantuan pemerintah dan donasi.


Perbedaan Antara Pemasar Sosial dan Komersial

Pemasar Sosial

Pemasar Komersial

Bertujuan menganjurkan perilaku baik

Bertujuan mencari uang

Didanai oleh pajak dan donasi

Didanai oleh investasi

Mengutamakan akuntabilitas Publik

Mengutamakan akuntabilitas swasta

Kinerja sulit diukur

Kinerja diukur dengan profit dan pangsa pasar

Bertujuan pada perilaku jangka panjang

Bertujuan pada perilaku jangka pendek

Sering menawarkan perilaku yang kontroversial

Menghindari  produk/jasa yg kontroversial

Sering memilih sasaran yang beresiko tinggi

Hanya memilih sasaran yang aksesible

Pembuatan keputusan partisipatif

Pembuatan keputusan hirarkis

Hubungan berdasar kepada kepercayaan

Hubungan berdasar persaingan

(bersambung)

Social Marketing sebagai Alat Perubahan Sosial (2)

Penyebutan SM dipakai kali pertama pada sekitar tahun 1971 untuk menjabarkan penggunaan prinsip-prinsip dan teknik-teknik pemasaran untuk mempercepat penerimaan atas ide-ide perubahan perilaku sosial. SM merupakan sebuah disain, implementasi dan kontrol atas program yang ditujukan untuk meningkatkan penerimaan atas ide-ide baru yang biasanya menuntut perubahan di level kognitif, aksi, perilaku dan nilai. Di sini, digunakan konsep-konsep pemasaran seperti segmentasi pasar, riset konsumen, pembuatan konsep, komunikasi, penyediaan fasilitas, insentif dan teori pertukaran untuk mengoptimalkan respon dari kelompok sasaran.

Dalam SM terdapat empat pendekatan utama untuk menghasilkan perubahan sosial, yaitu pendekatan hukum, teknologi, ekonomi dan informasi. Sebagai contoh gerakan memakai helm. Pendekatan hukum menyediakan undang-undang untuk menempatkan orang-orang yang tidak memakai helm sebagai pelanggar hukum. Pendekatan teknologi membantu dengan melakukan inovasi sehingga masyarakat merasa nyaman, tidak terganggu, dan semakin praktis ketika mamakai helm. Pendekatan ekonomi mengarahkan pada kondisi bahwa ketika seseorang tidak memakai helm justru akan mengeluarkan biaya yang lebih tinggi dibanding mereka yang memakai helm. Misalnya dengan membedakan biaya parkir pemakai helm dan bukan pemakai helm. Sedangkan pendekatan informasi memberikan pesan-pesan persuasif yang langsung ditujukan pada pengendara sepeda motor.

Pada awalnya SM didasari oleh pendekatan informasi dalam bentuk yang umum yaitu iklan sosial atau layanan masyarakat. Seperti yang dilakukan di banyak negara, kampanye iklan layanan masyarakat seringkali hanya cukup untuk memberi motivasi agar masyarakat melakukan tindakan yang secara ide terhitung baru. Namun untuk berubahnya sangatlah tidak mencukupi karena sebuah kampanye iklan pada dasarnya merupakan hanya salah satu bagian dari kegiatan marketing. Secara umum kampanye iklan layanan masyarakat mempunyai sedikitnya tiga kelemahan. Pertama, penyusunan pesan seringkali tidak didasari riset yang cukup. Sebagai contoh, kampanye media di negara-negara berkembang yang mendorong masyarakat untuk berdiet, menemui kenyataan bahwa ternyata kelompok sasaran kurang mengetahui makanan yang mana yang sehat dan baik untuk dikonsumsi. Belum lagi ternyata harga-harga makanan yang disarankan terhitung mahal untuk mereka dan bahkan masyarakat yang tinggal di daerah pinggiran tidak bisa menemukan bahan makanan yang dimaksud. Kedua, banyak orang memilih-milih pesan yang akan dipersepsi (selective perception), kemudian muncul adanya distorsi dan akhirnya cepat melupakannya. Komunikasi massa kurang memiliki pengaruh langsung pada perilaku dan pengaruh yang lebih besar justru dipegang oleh para opinion leader. Ketiga, banyak orang tidak tahu apa yang harus dilakukan setelah menerima pesan. Misalnya, pesan anti rokok : “Merokok menyebabkan kematian”, tidak serta merta membuat perokok mampu menemukan cara yang baik untuk bisa menghentikan kebiasaan merokok.

Ketika kekurangan-kekurangan tersebut disadari, iklan sosial berubah ke arah pendekatan yang lebih luas yang dikenal sebagai social communication. Social communication bergerak lebih jauh dibanding dengan social advertising, dengan melibatkan penggunaan personal selling (agen program) untuk melengkapi beberapa kekurangan tadi. Dan SM melakukan penyempurnaan lebih lanjut dengan mengisi semua celah dengan secara penuh menerapkan aspek-aspek pemasaran ke dalam kegiatan kampanye sosial untuk lebih mengoptimalkan keberhasilan sebuah perubahan sosial. SM setidaknya menambahkan empat elemen penting yang tidak ditemui dalam pendekatan social communication. Empat elemen itu adalah :

Pertama, marketing research digunakan untuk mengetahui lebih detil tentang pasar dan efektifitas dari pendekatan pemasaran yang mungkin dilakukan. Kampanye iklan sosial yang lakukan tanpa riset pemasaran yang dilakukan secara detil dan hati-hati hanya merupakan pemborosan dana besar-besaran. Oleh karena itu, perancang program SM  anti rokok pasti akan mempertimbangkan ukuran pasar rokok, segmen pasar utama dan karakter perilaku masing-masing segmen serta perimbangan cost-benefit dalam mengarah pada segmen-segmen yang berbeda atau merancang kampanye yang khusus untuk masing-masing segmen.

Kedua, product development. Sebagai antisipasi atas masalah yang timbul dalam mengajak orang-orang untuk berhenti merokok, para praktisi periklanan sosial bahkan social communicator menggunakan daya tarik kesehatan, keuntungan finansial (penghematan bila berhenti merokok) atau hal lain yang bisa dikaitkan. Namun pelaku SM, melangkah lebih lanjut untuk mempertimbangkan merancang sebuah produk yang mungkin diproduksi, misalnya buku panduan berhenti merokok yang dirancang oleh dokter atau bahkan rokok rendah nikotin dan tar. Dengan kata lain, apabila mungkin, pelaku SM tidak akan terpaku dengan produk yang telah ada dan mencoba untuk menjualnya (sales approach) namun lebih dari itu, mencari kemungkinan produk terbaik untuk memenuhi kebutuhan (marketing approach).

Ketiga, pemberian insentif. Para praktisi social communication menitikberatkan pada perancangan pesan yang mendramatisir keuntungan atau kerugian suatu perilaku yang dikampanyekan. Sedangkan praktisi SM melangkah lebih lanjut dengan merancang juga pemberian insentif tertentu untuk meningkatkan derakat motivasi. Sebagai contoh, dalam program pemberian imunisasi, masyarakat yang mendatangi titik-titik pelayanan akan dibagikan sebuah cindera mata untuk anak sebagai penarik minat. Cara ini identik dengan cara-cara yang dipakai dalam aktifitas sales promotion.

Keempat, penyediaan fasilitas. Waktu dan tenaga merupakan investasi yang penting bagi setiap orang yang berusaha mengubah perilakunya, oleh karena itu praktisi SM mempertimbangkan cara untuk membuat hal itu semakin mudah. Sebagai contoh, sebuah kelas program bebas rokok harus mudah dijangkau, nyaman dan dipandu secara profesional. Perancang program SM harus selalu memahami bahwa perancangan layanan yang merupakan tindak lanjut dari efek pesan yang disampaikan lewat komunikasi massa sangatlah  penting.   (bersambung)

Social Marketing sebagai Alat Perubahan Sosial (1)

Usaha-usaha untuk mengarahkan keyakinan, sikap, nilai dan perilaku suatu kelompok sasaran mempunyai berbagai sebutan. Kalangan kiri terbiasa dengan menyebut sebagai kegiatan propaganda. Sedangkan para pelaku dan pendukung kegiatan itu memakai istilah pendidikan. Pada dasarnya kegiatan semacam ini sangatlah biasa, dan bisa ditemui di semua negara. Masing-masing mempunyai alasan dan tujuan berbeda sesuai dengan sudut pandang tiap negara. Di negara yang totaliter, hanya satu kelompok yang diijinkan melakukan kegitan penyebaran ide, yaitu pihak penguasa, dengan alasan kepentingan negara. Sehingga hanya ada satu jenis ide yang ditawarkan di pasar ide. Sedangkan di negara lebih terbuka, semua kelompok berhak untuk melakukan hal itu sesuai dengan sudut pandang masing-masing. Dengan demikian terdapat lebih dari satu ide yang ditawarkan di pasar ide.

Para pengusung ide ke pasar disebut dalam banyak nama, propagandist, agitator, pemimpin kharismatik, publicist, lobbyists, agent of change dan lain-lain. Dalam pengertian sempit, tugas mereka adalah membuat dan menyebarkan pesan persuasi. Namun bagaimanapun juga komunikasi yang efektif hanyalah bagian dari keseluruhan kegiatan yang dibutuhkan agar suatu ide bisa diterima pasar. Penerimaan terhadap suatu ide, seperti juga penerimaan terhadap suatu produk/servis apa saja, membutuhkan pemahaman yang mendalam atas kebutuhan (needs), persepsi, preferensi, kelompok referensi dan pola perilaku dari kelompok sasaran. Selain itu, dibutuhkan juga penyusunan beberapa hal berikut : pesan, media, biaya dan fasilitas yang dibutuhkan untuk meningkatkan penerimaan atas ide. Menurut Kotler dalam Frederiksen, Solomon dan Brehony (1984), usaha-usaha ini disebut dengan istilah social marketing (SM). SM menawarkan sebuah sistem konseptual yang efektif untuk memecahkan suatu masalah sosial dengan memberi perubahaan di tingkat ide atau bahkan perilaku pada publik sasaran.

Para commercial marketer yang sejak lama menggunakan konsep marketing untuk meningkatkan penjualan. Mereka juga seringkali harus berfikir keras untuk bis “berkata manis” pada konsumen. Seringkali mereka justru terlihat menipu konsumen. Dan saat ini, mereka berangsur-angsur mengaitkan berbagai produk mereka dengan ide-ide tentang bagaimana masyarakat seharusnya menjalani hidup. Pemasar mobil mengemukakan bahwa mobil keluarga yang dijualnya merupakan perwujudan rasa tanggung jawab suami pada istri dan keluarga, pilihan anak yang paling tepat, serta wujud rasa sosial mereka karena bisa menampung kerabat lain. Sebuah rokok kretek mengungkapkan keutamaan rasa hormat pada orang tua dan komitmen pada kemanusiaan yang dikaitkan dengan merek tersebut. Sedang rokok yang lain menonjolkan rasa persahabatan yang erat dan hangat di tengah keceriaan kehidupan remaja.

Lalu bagaimana dengan ide-ide menjalani hidup yang lebih baik tanpa dikaitkan dengan merek-merek produk atau layanan komersial? Apakah kita bisa memasarkan ide tertib lalu lintas, anti korupsi, anti pornografi, peduli lingkungan sebagai mana adanya ide tersebut? Mungkin SM bisa memberi alternatif untuk mengarahkan perubahan sosial ke arah yang diinginkan. (bersambung)

TVC PKS : Iklan cerdas sekaligus berbahaya

Iklan TV (TV Commercial) terbaru Partai Keadilan Sejahtera sangat cerdas dan menarik. Untuk melebarkan segmen, iklan ini menggunakan representasi segmen yang dituju dengan dibarengi menampilkan singkatan PKS dengan berbagai macam kepanjangan, sesuai dengan segemen sasaran. Teknik yang pertama biasa saja. Namun penggunaan teknik menampilkan singkatan yang bermacam-macam sesuai dengan kepribadian, karakter serta concern segmen sasaran, cerdas dan sangat menarik. Segmen sasaran dengan mudah mengidentifikasi dirinya dengan salah satu versi kepanjangan dari PKS. 

Iklan jenis ini secara sangat cerdas menuntun segmen sasaran untuk menyesuaikan kepanjangan yang mana yang sesuai dengan dirinya. Penonton iklan akan merasa bahwa ternyata PKS tidak hanya kependekan dari Partai Keadilan Sejahtera yang sudah terbentuk citra tertentu di masyarakat (bahkan di dalam kepalanya) seperti yang salama ini, namun juga bisa seperti ini (beberapa versi kepanjangannya). 

Sisi bahayanya adalah ketika proses psikologis ini tidak hanya berhenti ketika penonton menemukan kepanjangan singkatan PKS yang paling sesuai dengan dirinya, namun dia tetap terus merangkai-rangkai kata-kata yang sesuai dengan PKS. Penonton tidak lagi peduli apakah kepanjangan itu relevan dengan citra yang diinginkan PKS. Biasanya justru kepanjangan yang lucu atau aneh lah yang seringkali menjadi arah para penonton ini. Mengapa kegiatan ini menarik bagi penonton? Secara kultural, orang Indonesia suka memparodikan sesuatu yang dianggapnya tidak sesuai dengan dirinya, namun cukup kemampuan (power) untuk mengekspresikannya. Kultur itu oleh masyarakat diwujudkan dalam parodi yang banyak muncul di media-media. Pada jaman Orba, media takut memuat parodi-parodi semacam ini, namun biasanya muncul di pagelaran teater, baik komunitas, kampus maupun profesional. 

Selain itu, iklan versi ini akan menjadi makanan empuk bagi para pesaing yang dengan leluasa memilih kepanjangan dari PKS dengan kata-kata yang biasanya bermakna buruk dan sarkastik. Pihak-pihak ini akan memiliki pembenaran, karena akan berdalih PKS bukan tentu semata-mata mengarah ke Partai Keadilan Sejahtera, tapi juga ada yang lain sesuai dengan iklannya. Banyak alasan dan dalih untuk hal ini, karena dasarnya adalah rasa tidak suka. 

Simpatisan yang sejati tentu saja tidak akan terpengaruh dengan kepanjangan versi apapun, baik yang dibuat oleh PKS atau pihak lain. Namun iklan ini telah membuka peluang bagi pihak luar yang bermaksud buruk untuk merusak citra PKS dengan kepanjangan yang tidak pada tempatnya. Iklan yang cerdas sekaligus berbahaya...

Minggu, 22 Februari 2009

Branding di Era 2.0 : Makin Pusing atau Makin Gampang?

Era 2.0 merujuk pada teknologi Web 2.0 (selanjut disebut 2.0 aja, capek ngetik) yang memiliki berbagai kelebihan dibanding generasi sebelumnya. 2.0 ini mampu melayani komunikasi antar user secara interaktif serta pertukaran informasi secara aman, selain itu juga memungkinkan berbagai sistem yang berbeda berjalan bersama. Perkembangan media internet ini demikian luar biasa pengaruhnya pada perilaku konsumen. Bayangkan saja, jutaan konsumen online dan tenggelam dalam interconected society yang world wide, serta interactive. 

Mari kita amati Facebook, whoaaaa.... setiap orang mengupdate statusnya tiap ia ingin melakukannya. Inne is waiting for someone loveable.... 2 minutes ago. Nah lo. Jeffri is bingung banget mana yang harus di pilih....3 hours ago. Lalu dengan jelas semua temannya bisa melihat siapa dia, apa saja kegiatannya, dengan siapa saja dia berteman dsb, dsb... Consumer insight? Ya, mereka sudah menceritakan tanpa ditanya. Narsis? Apa salahnya.

Lalu ada apa dengan mereka dan platform web 2.0? Perkembangan terakhir ini layak mendapat perhatian rekan-rekan pemasar dan pemerhati, betapa hubungan dengan konsumen bisa lebih dekat dan customize. Komunikasi massa yang massive, arogan karena tidak memberikan ruang dialog, menyamaratakan semua konsumen, hanya menyapa mereka yang termasuk dalam golongan terbesar dan meninggalkan minoritas atau varian. Konsumen menjadi sangat ekspersif, coba saja gunakan salah satu social network web dengan tidak selayaknya, mereka, konsumen pasti akan mengutuk, menyumpahi brand anda. Dan konsumen lain, akan ikut tahu tentang hal itu, lalu semakin banyak yang tahu, semakin banyak yang mengutuk.... hal ini hanya terjadi pada iklan paling keterlaluan di tv. 

Sisi menariknya adalah apabila tone and manner komunikasi ditepati, 2.0 adalah peta harta karun, karena menuntun pemasar ke pada konsumen dengan efektif dan efisien. Tertarik? Si 2.0 sudah merambah hp konsumen anda... kapan hp anda berdering membawa berita bahwa brand anda jadi Top Brand 2009?

Jumat, 20 Februari 2009

Caleg Vs Pembalut Wanita

Seorang wanita meninggalkan meja kerja dan laptop yang masih menyala, menyambar tas dan menghilang di balik dinding. Pulang? Meeting? Membolos? Tidak, dia menuju toilet untuk mengganti pembalut wanita. Dia sedang datang bulan. Mengapa saya tidak menggunakan kata 'maaf' ketika menyebutkan situasi ini seperti kebanyakan orang? Saya rasa tidak perlu karena kita bicara tentang hal-hal yang alami dan berkaitan dengan bisnis. Kembali ke wanita tadi, ia menyiapkan pembalut wanita di masa datang bulan. Kemanapun dia pergi dalam waktu yang diperkirakan agak lama, pasti akan membawa serta spare. Masa datang bulan wanita tentu tidak setiap saat. Tetapi sebulan sekali dalam rentang 5-10 hari. Konsumen wanita akan sangat aware dengan berbagai brand pembalut wanita, dan mereka memiliki brand favorit. Mereka begitu dekat dengan brand tersebut. Di sisi lain setiap brand berusaha menjadi semakin dekat dari waktu ke waktu dengan para konsumennya. Berbagai pesan lewat iklan atau lainnya, activations dan lain-lain. Para wanita menyadari bahwa mereka membutuhkan produk tersebut dan  sebaliknnya produk tersebut jarang mengecewakan. Kalau ada konsumen yang kecewa, biasanya keluhan itu masuk di surat pembaca, bukan di halaman berita.

Lalu bagaimana kedekatan Caleg dengan konstituennya? Tentu saja tidak sedekat pembalut wanita dengan wanita. Mari kita diskusikan situasinya. Seorang Calegtidak bisa berpromosi sepanjang tahun meski memiliki uang berlimpah. Ada masa kampanye yang membatasi. Di sisi lain, konstituen tidak merasa perlu memilih atau bila tidak memilihpun tidak beresiko. Repotnya, untuk memilih pun ada prosedur yang harus dipenuhi sejak beberapa waktu sebelum 'transaksi' berlangsung. Sedangkan jika ada penyelewengan seorang legestatif, bila dia incumbent, pasti sudah merebak di halaman-halaman media massa. Apalagi ditambah dengan surat terbuka kekecewaan oleh publik. Selain itu yang memperparah keadaan, kampanye Caleg sangat jarang diotaki oleh para pemasar tangguh. Biasanya hanya orang-orang terdekat dan kerabat, sehingga 80% pesan iklan Caleg terkesan kampungan (mengenai hal ini silahkan browse di internet).

Well, itulah kondisinya. Tulisan ini bukan ingin menyamakan Caleg dengan pembalut wanita, tapi justru keduanya benar-benar berbeda... namun ada persamaannya, yaitu sama-sama bertujuan mendapatkan pendukung/konsumen yang loyal.  Tantangan bagi caleg adalah bagaimana mereka menjadi dekat dengan konstituen seperti halnya pembalut wanita dengan para wanita. Dibutuhkan, dipercaya, diyakini, dan akhirnya mendapatkan loyalitas dari konstituen seperti halnya perasaan wanita pada pembalut wanita... Akhir kata, pembaca harus ingat benar bahwa Caleg bukan pembalut wanita, demikian juga sebaliknya. 


In Store Promo : Medan Perang Sebenarnya

Dhea sedang pulang kantor, lalu menuju ke hypermarket, di dalam tas sudah siap sehelai sobekan notes berisi shopping list yang harus dieksekusi. Mulai dari susu balita, makanan ringan, syrup, tissue, margarine, selai dan mie instant untuk persediaan di saat 'mendesak'. 

Masuk wilayah toko raksasa itu, seorang gadis menyapa dan menawarkan sebuah selai yang menarik warnanya, mereknya cukup dikenal meski bukan yang direncanakan oleh Dhea. Tapi ia berhenti sejenak ketika melihat potongan harga yang lumayan, 40% off jika membeli paket berisi 4 kemasan regular. Hmm... apa salahnya beli, toh tidak terlalu mahal. Dua paket selai berpindah tangan sebagai imbangan beberapa lembar uang kertas yang diangsurkan ibu satu anak ini. Dhea melangkah melewati pintu otomatis setelah menitipkan tas dan berjalan menyusuri lorong sambil mendorong trolly. Kali ini menuju ke shelf susu. Tapi sayang, susu yang dicari tidak ada di tempat. Dhea coba mencari di atas atau bawah, siapa tahu..... tak lama seorang gadis berpakaian putih dengan penutup kepala berwarna sama, dan berwajah cerah menyapa. Ia menanyakan apa yang sedang dicari Dhea, lalu ia ikut mencari... tidak ada, lalu gadis itu menawarkan produk pengganti. Dhea menolak, tapi gadis itu tetap menceritakan hal-hal yang akhirnya membuat Dhea berfikir sejenak, banyak yang diutarakan gadis di depannya benar... Oke lah, dia memasukkan sekaleng susu, yang beda dari biasanya. Toh mereknya juga terkenal, cuma enggak pernah coba aja.. begitu pikir Dhea... lalu ia meneruskan berjalan menyusuri lorong menuju ke shelf mie instan....

Tahukah Anda, apa yang dialami Dhea sebelum masuk ke toko raksasa itu? Dhea terbiasa dengan banyak merek yang secara regular dibeli dan dikonsumsi. Lalu mulai tadi malam, ibu muda itu menekuni sinetron yang disisipi oleh iklan susu A dan selai B, dia market leader, sekaligus brand yang biasa dikonsumsi Dhea. Sampai ngantuk iklan brand tadi selalu rajin menyapa. Malam berlalu, sebelum berangkat kantor, Dhea disapa kembali iklan brand yang sama di acara berita pagi. Sekilas membalik-balik harian pagi, iklan brand yang sama ramah menyapa di halaman 6. Ready! Mobil meluncur menuju kantor, radio on, iklan brand tadi meningkahi dua penyiar yang gila-gilaan mengumbar celoteh gokil. Sampai kantor, terbenam dalam angka-angka dan deretan pajak perusahaan. Break! Lunch... berita siang tentang dukun cilik di Jombang, break juga.. iklan brand tadi... balik lagi berita. Break is over... back to work. Teng! Go! Pulang, meluncur menuju hypermarket. Nah, selanjutnya adalah apa yang anda baca di atas.

So... hati-hati beriklan, jika tanpa memiliki jurus penyelesaian di medan perang sebenarnya, yaitu di outlet. Hitung saja berapa duit iklan ditebar untuk memastikan Dhea mengingat brand tadi. Tapi bujet segunung itu dengan mudah dirontokkan oleh gadis berwajah cerah yang mengungkapkan 'kebenaran' tentang produknya. Fieew... Anda Marcomm Manager? Hati-hati di rapat evaluasi bulan depan....

Sabtu, 07 Februari 2009

ReBranding : Jalan Bercabang

Seorang teman beberapa hari yang lalu ganti nama, cuma nama depan. Wih repotnya, kabar-kabar ke sana kemari. Komen berluncuran, dari yang bilang namanya pas, namanya kurang pas (mau bilang jelek, sungkan kali ya) sisanya menanggapi biasa aja... nah kenapa kok hal ini tidak pernah diributkan pas seorang anak bayi baru diberi nama?
Ya, bener! Namanya bayi kan belum ketauan pas atau gak nama itu, paling-paling komentarnya : wah kayak anak bule aja... atau artinya apa sih? 
Beda dengan orang yang ganti nama. Dia orang, kan udah punya track record... pernah nyolong, sering ngutil atau udah naik haji, dermawan dan lain-lain. Hal inilah yang menjadi penting diperhatikan ketika sebuah brand akan melakukan reBranding. 
Harus menjelaskan kembali semua dari awal pada stakeholders, terutama adalah potential dan existing consumer, bahwa saya dulu adalah X yang sekarang Y, saya sekarang gini-gitu dan lain-lain. Check the relevant case, IBM jadi Lenovo... dari made in USA jadi made in China, tapi tetep kuat, kokoh, reliable dan high performance.... 
Di akhir omongan, berapa duit ya buat reBranding? Banyak, tapi bisa semakin banyak jika tidak diurus dengan baik...
Kebayang gak temen saya tadi yang ternyata SMS atau email dikirim ke temen2 ternyata mencantumkan nama yang salah...

Kamis, 05 Februari 2009

Iklan Testemoni : Diantara Kejujuran dan Kebohongan Publik

Iklan testemoni dipakai banyak produsen, yang masih gress dan memiliki kasus besar sebelumnya adalah Oreo. Oreo dinyatakan mengandung melamin yang membahayakan kesehatan manusia, terutama anak-anak. Karena 4 minggu sebelum pernyataan itu keluar dari pemerintah, sejumlah 40 bayi di China (bahan2 Oreo dari China) dinyatakan terkena gagal ginjal karena susu yang mereka konsumsi mengandung melamin.
Nah, Oreo sekarang sedang beriklan dengan model testemoni, Ferdi Hasan bintangnya. Ferdi menyatakan bahwa Oreo bener2 aman, bahkan kedua buah hatinya pun diperbolehkan makan Oreo, karena sekarang Oreo memprosesnya secara seksama dan dipastikan aman.
Dari sini bisa ditarik kesimpulan, dulu Oreo asal-asalan, ceroboh dan tidak aman. Baru sekarang mereka memperbaiki diri setelah pasti sudah merusak ginjal (dalam level apapun) rakyat Indonesia... Lanjutannya, Ferdi sendiri dibayar untuk memberi testimoni keamanan Oreo, kalo ada kesalahan produksi dan lain2 dan produk tidak aman, apakah Ferdi bisa bebas dari dosa nyuruh orang makan makanan tidak aman... masalah hukum mungkin bisa dihadapi dengan Lawyer jagoan. Kalo Tuhan, gimana ya?
Masih banyak tuh artis yang mempertaruhkan nama dan kejujurannya pada sebuah merek yang membayarnya...

Sabtu, 24 Januari 2009

XL yang Sadar

Setelah bereksperimen dengan iklan versi monyetnya, akhirnya XL kembali ke Luna Maya. Ini langkah yang bijaksana, setelah image XL indentik dengan monyet. Meskipun maksud pengiklan tidak demikian, tapi kan tidak ada yang bisa menyuruh konsumen untuk menafsirkan iklan, harus seperti apa. Undang-undang saja bebas ditafsirkan oleh orang beda-beda. Inilah bahayanya iklan yang tidak mudah dicernah, terutama jika pemakai produk berada di level of educations dengan range lebar. Dari yang gak lulus SR sampe professor bisa menjadi konsumen. 
Memang iklan tidak dijadikan single tool dan masih disertai oleh tools yang lain, namun jika consumer jurney tidak dipahami bener2, sehingga banyak yang hanya diterpa oleh iklan saja dan tidak diterpa oleh media lain, yang notabene merupakan integrasi marcomm activities tadi, nah bencana sedang dimulai deh...
Dalam kasus XL, biaya produksi iklan versi monyet emang jauh lebih murah, tapi resikonya terlalu besar. Dan ada satu karakter orang Indonesia yang selalu tersinggung bila disamakan dengan binatang, apalagi lebih bodo dari binatang. Ada black trap di sini, mau lucu dan diingat, tapi justru dibenci meski sama2 diingat. Repotnya kalau suatu brand diingat karena hal yang jelek, akan sulit mengembalikan image ke posisi sebelumnya, setidaknya kalo bisa, biayanya gedhe juga. 
Jadi, hati2 dengan black trap...

Berkenalanlah dengan Sopan...

Hari-hari ini para calon legeslatif dengan sangat agresif memperkenalkan dirinya dengan spanduk, stiker, leaflet dan lain-lain. Payahnya mereka memasang di tempat2 yang tidak pada sopan. Tidak sopan karena asal pasang dan merusak pemandangan kota, lingkungan kampung dan desa. Asal pasang, asal gak bayar, asal bisa dilihat. Inilah ketidaksopanan mereka. 
Anyway, inti dari pemasangan semua materi tersebut adalah ingin kenalan, dan selanjutnya mau mendukung dalam bentuk memilih dalam pemilu kan? Tapi sayang, para calon legeslatif ini tidak paham cara 'beradab' untuk berkenalan lalu kalau ada kesempatan minta didukung. Lihatlah cara para pemasara komersial melancarkan kampanye komersialnya, mereka malah lebih sopan dan berusaha berempati pada perasaan konsumen (ada juga sih yang enggak). 
Penempatan materi komunikasi itu yang memberikan image 'tidak beradab' karena kelihatan sekali para calon legeslatif ini tidak menempatkan pada tempatnya, tetapi hanya mengejar murah dan dilihat orang. Padahal bukan pada tempatnya. Disamping merusak pemandangan, juga melanggar aturan pemerintah daerah. Mestinya udah banyak caleg yang didenda karena melanggar perda tentang advertensi.... 
Logika sederhana akan membawa kita pada alur : cara berkomunikasi tidak sopan --> orang tidak beradab, orang tidak beradab --> tidak memahami dirinya, masyarakat dan norma sosial, orang yang tidak memahami dirinya, masyarakat dan norma sosial --> tidak akan mempedulikan orang lain. Jadi orang ini nanti juga tidak tahu kewajibannya sebagai wakil rakyat, kalo terpilih.... simpelnya, kampanye ada sopan santunnya pak/bu/mbak/mas...

Rabu, 21 Januari 2009

Tom & Jerry : 1000 killing tricks for kids

Tom mengejar Tweety, burung kecil ini lari melewati kursi meja dan terus masuk ke pantry. Di sana dia naik ke meja masak dan sembunyi di sebuah panci dan berlindung di bawah tutup panci, karena tidak ada tempat ngumpet lain. Aman. Tapi diam-diam Tom menyalakan kompor dan pelahan2 panas merambat, memang Tom sudah menyiapkan panci itu di atas kompor dan mempersiapkan panci itu jadi tempat ngumpet Tweety yang dikejarnya...

Pernah membayangkan ada  seorang anak yang merebus temannya sendiri? Kira-kira begitulah kalau cerita itu muncul di sinetron yang diperankan oleh para bintang sinetron yang rupawan. Kalau ada adegan demikian, esok harinya Kompas akan penuh dengan surat pembaca yang menghujat PH pembuat sinetron itu.

Tom and Jerry memang kartun tapi bukan berarti Tom bebas memukul kepala Jerry dengan martil atau sebaliknya, Jerry menguliti Tom hingga kulitnya bisa digantungkan di kapstok. Dan kalau pun mereka terus melakukan kekerasan kita tak pernah protes. Kita justru merasa Tom and Jerry menghibur anak-anak kita... membuat mereka tidak keluyuran, membuat mereka tertawa-tawa dan tidak rewel. Tapi jangan salahkan anak-anak kalau mereka menggorok leher anda saat anda tidur pulas. Karena hal itu biasa dilakukan oleh Tom maupun Jerry. Dan itu yang mereka nonton tiap hari....

Iklan Jajanan Anak

Coba nongkrong di depan tv di hari minggu sejak jam 06.00 sampai jam 11.00, pegang remote trus zapping dari satu saluran ke saluran lain. Isinya acara2 anak, dari kartun, boneka hingga robot. Tapi kalau iklan, jangan dipindah, cermati iklan-iklan yang muncul, 70% iklan jajanan anak. Coba cek cara menawarkan produk mereka, sangat mendikte, penuh iming-iming, trik dan berbagai efek yang mengulik fantasi anak. Mungkin kita tidak akan terlalu peduli dan memandang iklan itu payah... udah gitu aja. Tapi coba deh kita berposisi sebagai anak, ih iklan itu bener2 bikin ngiler, suer. Di sisi lain, apakah kita yakin semua yang bikin ngiler anak-anak itu aman?

Itulah makanya saya serukan bagi siapapun yang memiliki masih punya tanggung jawab membesarkan anak, lindungi mereka dari tindasan produsen produk anak.... mereka masa depan negara kita. Karena KPI tidak punya cukup waktu nongkrong di depan tv di minggu pagi...

Selasa, 20 Januari 2009

Consumer Insight, Seberapa Pentingkah?

Sejauhmana kita kenal teman kita, sejauh itu pula kita bisa dengan mudah menghubunginya. Kita tau kapan dia udah tidur, kapan sedang pacaran dan kapan sedang free. Sehingga kalo pengen ngajak jalan, pinjem uang, nongkrong dll, kita tau waktu yang tepat. Selain itu, kita bisa pilih tema obrolan, pilih kasus buat curhat, soalnya kita tau selera dan kemampuan psikologisnya dalam mendengarkan keluh kesah... karena kenal dekat, maka jarang bikin kesalahan. Habis gimana lagi, kan udah tahu kalo gini dia suka, kalo gitu dia gak suka.... 
Begitulah manfaatnya kalo kita memahami consumer insight, kita kenal lebih dekat siapa si 'consumer' itu, seterusnya seperti teman kita tadi. Kita jadi tau apa yang dimaui dan gak dimaui dan seterusnya.... jadi mestinya penting banget.

Senin, 19 Januari 2009

Volume Iklan Mengusir Penonton

Coba deh, kalo sedang nonton film trus tiba-tiba iklan pasti volume tv jadi lebih gedhe... nah bukan masalah iklannya yang bikin jengkel, tapi gara-gara volume yang membesar dengan sendirinya bikin kita selalu aktif dengan remote, akhirnya justru bikin saya zipping ke other channel. Karena zipping lebih efisien, cuma pencet satu tombol dan sekali pencet. Kalo ngecilin volume, mencetnya 2 kali. Ya udah akhirnya iklan itu gak dilihat, gak ada exposure... sedangkan secara kognitif, dengan adanya perubahan volume itu membuat penonton tidak lagi fokus dan sebagus apapun iklan kalo sikap penonton negatif, ya percuma deh... terutama di malam hari di atas jam 10 malem, kan volume lebih lebih sensitif... karena udah sepi. Seharusnya dibedain 'volume policy' iklan yang diputar jauh malam dan waktu lain....