Lalu bagaimana kedekatan Caleg dengan konstituennya? Tentu saja tidak sedekat pembalut wanita dengan wanita. Mari kita diskusikan situasinya. Seorang Calegtidak bisa berpromosi sepanjang tahun meski memiliki uang berlimpah. Ada masa kampanye yang membatasi. Di sisi lain, konstituen tidak merasa perlu memilih atau bila tidak memilihpun tidak beresiko. Repotnya, untuk memilih pun ada prosedur yang harus dipenuhi sejak beberapa waktu sebelum 'transaksi' berlangsung. Sedangkan jika ada penyelewengan seorang legestatif, bila dia incumbent, pasti sudah merebak di halaman-halaman media massa. Apalagi ditambah dengan surat terbuka kekecewaan oleh publik. Selain itu yang memperparah keadaan, kampanye Caleg sangat jarang diotaki oleh para pemasar tangguh. Biasanya hanya orang-orang terdekat dan kerabat, sehingga 80% pesan iklan Caleg terkesan kampungan (mengenai hal ini silahkan browse di internet).
Well, itulah kondisinya. Tulisan ini bukan ingin menyamakan Caleg dengan pembalut wanita, tapi justru keduanya benar-benar berbeda... namun ada persamaannya, yaitu sama-sama bertujuan mendapatkan pendukung/konsumen yang loyal. Tantangan bagi caleg adalah bagaimana mereka menjadi dekat dengan konstituen seperti halnya pembalut wanita dengan para wanita. Dibutuhkan, dipercaya, diyakini, dan akhirnya mendapatkan loyalitas dari konstituen seperti halnya perasaan wanita pada pembalut wanita... Akhir kata, pembaca harus ingat benar bahwa Caleg bukan pembalut wanita, demikian juga sebaliknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar