Sabtu, 24 Januari 2009

Berkenalanlah dengan Sopan...

Hari-hari ini para calon legeslatif dengan sangat agresif memperkenalkan dirinya dengan spanduk, stiker, leaflet dan lain-lain. Payahnya mereka memasang di tempat2 yang tidak pada sopan. Tidak sopan karena asal pasang dan merusak pemandangan kota, lingkungan kampung dan desa. Asal pasang, asal gak bayar, asal bisa dilihat. Inilah ketidaksopanan mereka. 
Anyway, inti dari pemasangan semua materi tersebut adalah ingin kenalan, dan selanjutnya mau mendukung dalam bentuk memilih dalam pemilu kan? Tapi sayang, para calon legeslatif ini tidak paham cara 'beradab' untuk berkenalan lalu kalau ada kesempatan minta didukung. Lihatlah cara para pemasara komersial melancarkan kampanye komersialnya, mereka malah lebih sopan dan berusaha berempati pada perasaan konsumen (ada juga sih yang enggak). 
Penempatan materi komunikasi itu yang memberikan image 'tidak beradab' karena kelihatan sekali para calon legeslatif ini tidak menempatkan pada tempatnya, tetapi hanya mengejar murah dan dilihat orang. Padahal bukan pada tempatnya. Disamping merusak pemandangan, juga melanggar aturan pemerintah daerah. Mestinya udah banyak caleg yang didenda karena melanggar perda tentang advertensi.... 
Logika sederhana akan membawa kita pada alur : cara berkomunikasi tidak sopan --> orang tidak beradab, orang tidak beradab --> tidak memahami dirinya, masyarakat dan norma sosial, orang yang tidak memahami dirinya, masyarakat dan norma sosial --> tidak akan mempedulikan orang lain. Jadi orang ini nanti juga tidak tahu kewajibannya sebagai wakil rakyat, kalo terpilih.... simpelnya, kampanye ada sopan santunnya pak/bu/mbak/mas...

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Emang nih anak-anak sekarang repot, mau nonton kartun, eh malah isinya kekerasan (tom & jerry), hal-hal jorok (sinchan) dan laen-laen...

Peace - anywhere

Anonim mengatakan...

Anak-anak sulit dapet hiburan yang 'benar'. Acara idola cilik aja 90% lagunya lagu dewasa semua...

Aning - Semarang

Anonim mengatakan...

Saya sendiri tidak pernah sekalipun mengingat nama dan partai mereka. Yang teringat adalah mereka merusak keindahan kota, bikin sesak pandangan dan kurang duit kesannya. Habisnya, mereka ngejar tempat-tempat gratis. Mestinya ada undang2 atau perda untuk mengatur ini.

Rio - Padang

Anonim mengatakan...

Mereka itu kelasnya masih sama kayak tukang sedot wc, tukang ketik, tukang betulin kompor gas, dan jual akua galon.....

Misha - Pejaten